• 0821 1211 5756
  • office@badanwakafassyifa.org
  • Subang, Jawa Barat, Indonesia
Edukasi Wakaf
Hadits-Hadits Tentang Wakaf

Hadits-Hadits Tentang Wakaf

Wakaf adalah salah satu ibadah yang Allah SWT perintahkan. Secara umum, wakaf sangat mirip dengan infaq dan sadaqah, yang amalannya akan terus menerus jika wakafnya masih diterima oleh para penerima manfaat. Berikut ini hadits-hadits mengenai wakaf:

  1. Pahala Jariah Tak terputus

غَن أَبي هُرَيرَةَ رضي الله غنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَلَ : إذَا مَاتَ الإِنسَانُ اِنقَطَعَ عَنهُ عَمَلُهً إِلاَّ مِن ثَلاَثَةٍ صَدَقَةٍ جَا رِيَةٍ أَو عِلمٍ يُنتَفَعُ بِهِ أَو وَلَدٍ صَلِحٍ يَدعُولَهُ

Artinya : Dari Abu Hurairoh r.a bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : “Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan  anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

  1. Perumpamaan Pahala Wakaf

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنِ احْتَبَسَ فَرَساً فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِيمَاناً بِاللَّهِ وَتَصْدِيقاً لِمَوْعُودِهِ كَانَ شِبَعُهُ وَرِيُّهُ وَبَوْلُهُ وَرَوْثُهُ حَسَنَاتٍ فِى مِيزَانِهِ يَوْمَ الْقِيَامَ

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mewakafkan kuda untuk (jihad) sabilillah karena didasari iman dan membenarkan janji-Nya, maka makanan, minuman, kencing, dan kotoran kuda tersubut akan berubah menjadi amal baiknya pada timbangannya di hari kiamat.” (HR. al-Bukhari, Ahmad dan al-Nasa’i)

  1. Pahala Wakaf Masjid

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ بَنَى مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ  فِي الجَنَّةِ

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah bangunkan dia istana di surga.” (HR Bukhari & Muslim)

  1. Tidak Boleh Menjual Harta Wakaf

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيْهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاْبنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمُ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ

Artinya : “Dari Ibn Umar ra, bahwa Umar bin Khattab mendapat bagian tanah di Khaibar, kemudian ia memenuhi Nabi Muhammad saw untuk meminta arahan. Umar berkata: “Wahai Rasulullah saw, aku mendapatkan kekayaan berupa tanah yang sangat bagus, yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Apa yang akan engkau sarankan kepadaku dengan kekayaan itu?” Nabi bersabda: ‘Jika kamu mau, kau bisa mewakafkan pokoknya dan bersedekah dengannya.’ Lalu Umar menyedekahkan tanahnya dengan persyaratan tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Umar menyedekahkan tanahnya untuk orang-orang fakir, kerabat, untuk memerdekakan budak, sabilillah, ibn sabil, dan tamu. Tidak berdosa bagi orang yang mengurusinya jika mencari atau memberi makan darinya dengan cara yang baik dan tidak menimbun. (HR. Bukhari)

  1. Persaksian Saat Ikrar Wakaf

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

Artinya: Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia. Ketika itu saya tidak ada. Apakah dapat bermanfaat kepadanya bila aku bershadaqah sebagai gantinya?” Beliau menjawab, “YA,” maka Sa’ad berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan kamu sebagai saksi, bahwa pekarangan yang banyak buahnya ini aku shadaqahkan untuk ibuku.” (HR. Bukhari)

  1. Berwakaf Atas nama Orang Tua yang Telah Wafat

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأُرَاهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا 

Artinya: Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi SAW, “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bershadaqah. Apakah aku boleh bershadaqah atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya Bershadaqah atasnya”. (HR. Bukhari)

  1. Kebolehan Memakan Harta Wakaf bagi Pengelolanya

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَ تَصَدَّقَ بِمَالٍ لَهُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ يُقَالُ لَهُ ثَمْغٌ وَكَانَ نَخْلًا فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي اسْتَفَدْتُ مَالًا وَهُوَ عِنْدِي نَفِيسٌ فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَلَكِنْ يُنْفَقُ ثَمَرُهُ فَتَصَدَّقَ بِهِ عُمَرُ فَصَدَقَتُهُ تِلْكَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَفِي الرِّقَابِ وَالْمَسَاكِينِ وَالضَّيْفِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَلَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهُ بِالْمَعْرُوفِ أَوْ يُوكِلَ صَدِيقَهُ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ بِهِ

Artinya: Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa ‘Umar radhialllahu anhu menshadaqahkan hartanya pada masa Rasulullah SAW dimana hartanya itu dinamakan Tsamagh yakni kebun kurma. ‘Umar berkata: “Wahai rasulullah, aku mendapatkan bagian harta dan harta itu menjadi yang paling berharga bagiku dan aku ingin menshadaqahkannya”. Maka Nabi SAW berkata: “Shadaqahkanlah dengan pepohonannya dan jangan kamu juga juga jangan dihibahkan dan jangan pula diwariskan akan tetapi ambilah buah-buahannya sehingga dengan begitu kamu dapat bershadaqah dengannya”. Maka ‘Umar menshadaqahkannya dimana tidak dijualnya, tidak dihibahkan dan juga tidak diwariskan namun dia menshadaqahkan hartanya itu untuk fii sabilillah  (di jalan Allah), untuk sabil dan kerabat. Dan tidak dosa baginya orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma’ruf (benar) dan untuk memberi makan teman-temannya asal bukan maksud menimbunnya. (HR Bukhari)

  1. Kebolehan Wakaf berkelompok

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا قَالُوا لَا وَاللَّهِ لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ

Artinya: Dari Anas radhiallahu ‘anhu berkata, Nabi SAW memerintahkan untuk membangun masjid (Nabawi) lalu berkata: Wahai bani an-Najjar, tentukanlah harganya (juallah) kepadaku kebun-kebun kalian ini”. Mereka berikan untuk Allah.” (HR. Bukhari)

  1. Tidak Boleh Menimbun Harta Wakaf

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَ اشْتَرَطَ فِي وَقْفِهِ أَنْ يَأْكُلَ مَنْ وَلِيَهُ وَيُؤْكِلَ صَدِيقَهُ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ مَالًا

Artinya: Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa ‘Umar memberi persyaratan pada harta yang diwakafkannya yaitu pengurusnya boleh memakannya, boleh juga memberi makan temannya dan tidak menimbun harta”. (HR. Bukhari)

  1. Tidak Boleh Mengambil Harta Yang Telah Diwakafkan

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ حَمَلْتُ عَلَى فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأَضَاعَهُ الَّذِي كَانَ عِنْدَهُ فَأَرَدْتُ أَنْ أَشْتَرِيَهُ مِنْهُ وَظَنَنْتُ أَنَّهُ بَائِعُهُ بِرُخْصٍ فَسَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَا تَشْتَرِهِ وَإِنْ أَعْطَاكَهُ بِدِرْهَمٍ وَاحِدٍ فَإِنَّ الْعَائِدَ فِي صَدَقَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ

Artinya: Dari Zaid bin Aslam, dari bapaknyam aku mendengar ‘Umar bin Al Khoththob radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku memberi (seseorang) kuda yang untuk tujuan digunakan berperang di jalan Allah lalu orang itu tidak memanfaatkan sebagaimana mestinya. Kemudian aku berniat membelinya kembali darinya karena aku menganggap membelinya lagi adalah suatu hal yang (diringankan) dibolehkan. Lalu aku tanyakan hal ini kepada Nabi SAW, maka Beliau bersabda: “Jangan kamu membelinya sekalipun orang itu menjualnya dengan harga satu dhirham, karena orang yang mengambil kembali shadaqahnya seperti anjing yang menjilat ludah sendiri.” (HR. Bukhari)