Edukasi Wakaf
Stop! Menganggap Safar Bulan Penuh Bala

Stop! Menganggap Safar Bulan Penuh Bala

Bulan Safar merupakan bulan ke-2 pada kalender Hijriyah setelah bulan Muharram. Namun, ternyata masih ada sebagian orang yang menganggap bahwa bulan ini merupakan bulan sial yang penuh dengan bala atau musibah dan keburukan. Tegas saja kalangan ulama membantah anggapan ini, bahkan hingga Rasulullah SAW pun membantahnya.

Mitos atau anggapan bahwa Safar adalah bulan penuh kesialan, tidak lepas dari tradisi orang-orang Arab pada masa jahiliyyah yang memiliki keyakinan di bulan ini akan datang penuh cobaan bahkan mereka menganggap bulan Safar sebagai Shafarul Khair (kosong dari kebaikan). Padahal kata Safar sendiri berasal dari Bahasa Arab ‘shifr’ yang berarti kosong atau pergi. Dikutip dari laman mui.or.id, makna ‘kosong’ di sini merujuk pada kebiasaan masyarakat Arab dahulu yang terbiasa bepergian meninggalkan rumah untuk mengumpulkan makanan atau keperluan perang. Namun, sebagian orang Arab pada masa itu mengartikan Safar sebagai sejenis penyakin dalam perut, berbentuk ulat besar yang mematikan.

Sahabat, keyakinan tersebut kiat terkikis seiring dengan datangnya ajaran Islam. Karena Islam mengajarkan tidak ada hari, bulan, tahun, atau waktu sial. Tentunya Islam mengajarkan segala sesuatu terjadi atas izin dan kehendak-Nya. Rasulullah SAW dengan tegas bersabda:

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak benar ada thirayah (mengaitkan nasib buruk denga apa yang dilihat atau didengar), tidak benar adanya burung yang menunjukkan ada anggota keluarga yang mati, dan tidak benar beranggapan adanya nasib sial di bulan Safar.” (HR. Bukhari: 5316)

Jika memang terjadi musibah pada bulan Safar, ini Adalah ujian yang Allah SWT berikan untuk hamba-Nya. Tidak ada yang tahu kapan bencana alam akan terjadi. Namun, kita harus mengusahakan agar tetap mengingat Allah SWT ketika tertimpa musibah. Kita bisa berdoa kepada Allah agar senantiasa dilindungi-Nya.

Daripada kita menyangkutpautkan musibah yang terjadi dengan bulan Safar, alangkah lebih baik kita berdoa kepada Allah SWT dan memohon lindungan-Nya. Berikut doa-doa yang dapat kita panjatkan ketika musibah menimpa:

Doa agar terhindar dari bencana

Dalam Hadits Abu Daud dan Tirmidzi dari Ustman bin Affan radhiyallahu’anhu, dirinya pernah mendengar Rasulullah SAW memanjatkan doa agar terhindar dari bahaya. Berikut bacaan doanya:

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

(Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai-un fil ardhi wa laa fis samaa’ wa huwas samii’ul ‘aliim).

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang dengan sebab nama-Nya tidak ada sesuatu pun di bumi maupun di langit yang dapat membahayakan (mendatangkan mudharat). Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).”

Doa memohon perlindungan

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَىَّ

(Allahumma inni a-‘udzu bika an adhilla aw udholla, aw azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala aw yujhala ‘alayya).

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu, janganlah sampai aku tersesat atau disesatkan (syaitan atau orang jahat), tergelincir atau digelincirkan orang lain, menganiaya atau dianiaya orang lain, dan berbuat bodoh atau dibodohi orang lain.” (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi).

Doa memohon keselamatan

اَللَّهُمَّ عَافِنِى فِى بَدَنِى اللَّهُمَّ عَافِنِى فِى سَمْعِى اللَّهُمَّ عَافِنِى فِى بَصَرِ

(Allahumma afini fi badani allahumma afini fi sam’i allahumma afini fi bashari la ilaha illa anta).

Artinya: “Ya Allah, sehatkanlah badan ku. Ya Allah sehatkanlah pendengaranku. Ya Allah sehatkanlah penglihatanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau.”

Doa berlindung dari takdir buruk

اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ، وَسُوْءِ الْقَضَاءِ، وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ

(Allahumma innii a-‘uudzubika min jahdil balaa-i, wa darakisy syaqaa-i, wa suu-il qadhaa-i, wa syamaatatil a’daa-i).

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari susahnya bala (bencana), hinanya kesengsaraan, keburukan qadha’ (takdir), dan kegembiraan para musuh.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hikmah Terjadinya Musibah

Seperti kita tahu, hidup di dunia ini penuh dengan ujian, salah satunya Allah menimpakan bencana alam. Di balik terjadinya bencana ini, tentu saja Allah SWT telah menakar kadar bencana tersebut. Setiap musibah yang ditimpakan telah Allah SWT sesuaikan dengan kemampuan kita sebagai hamba-Nya. Sehingga, ketika kita mendapat ujian, sudah dipastikan sesuai dengan batas kemampuan.

Maka, ketika kita merasa ujian dari Allah begitu berat, akan muncul kesadaran bahwa kita Adalah makhluk tidak berdaya tanpa kekuatan dan perlindungan-Nya. Oleh karena itu kita wajib memohon pertolongan saat bencana melanda dan berdoa bisa menjadi cara untuk meminta perlindungan Allah SWT, serta memohon agar diberi kesabaran juga kekuatan.

Rasulullah SAW bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari kerasnya musibah, turunnya kesengsaraan yang terus menerus, buruknya qadha serta kesenangan musuh atas musibah yang menimpa kalian.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits lain, dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim ditimpa sesuatu seperti kelelahan, penyakit (yang tetap), kekhawatiran (terhadap sesuatu yang kemungkinan akan menyakitinya), kesedihan, gangguan, dan duka cita karena suatu kejadian, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dengan sebab itu.” (HR. Bukhari no. 5642; Muslim no. 2572).