Edukasi Wakaf
Menabung Pahala Wakaf di Bulan Ramadhan

Menabung Pahala Wakaf di Bulan Ramadhan

Ada banyak cara untuk menambah amal kebaikan di bulan suci Ramadhan. Terlebih lagi jika amal kebaikan itu terus mengalir tanpa terputus sekalipun telah meninggal dunia. Salah satu yang menjadi jalan alternatifnya yakni dengan menunaikan wakaf, mengingat cara yang satu ini merupakan instrumen sedekah jariyah.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Ketika manusia meninggal dunia, maka seluruh amalnya akan terputus, kecuali atas tiga perkara: sedekah Jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)

Selain itu dengan menunaikan wakaf, menjadikan wakif (pewakaf) dapat memberikan banyak manfaat bagi para penerima wakaf.

Dalam hal ini Ustadz Choirul Huda mengisahkan sosok Utsman bin Affan yang merupakan saudagar kaya raya sekaligus sahabat Nabi yang sangat dermawan. Dalam pemaparannya, ketika itu Utsman bin Affan membeli sebuah sumur dari orang Yahudi kemudian mewakafkannya kepada umat Islam.

Tepatnya sekitar 1400 tahun yang lalu terjadi suatu musim paceklik sampai akhirnya masyarakat di Kota Madinah kekurangan air. Sehingga banyak di antara kaum muslimin yang kesulitan mendapatkan air bersih. Dan dalam keadaan yang seperti itu mereka hanya mengandalkan air zam-zam saja.

Pada saat itulah ada satu sumur yang terus mengeluarkan air. Namun sumur itu milik orang Yahudi yang bernama Raumatul Al-Ghifari. Orang Yahudi itu kemudian memanfaatkan situasi untuk menjual air dalam sumurnya dengan harga yang sangat mahal. Di tengah-tengah masyarakat Madinah termasuk kaum muslimin yang seolah tidak memiliki pilihan lain sehingga tetap membeli air milik orang Yahudi tersebut.

Hingga pada suatu saat Nabi Muhammad saw mengetahui kejadian ini kemudian beliau bersabda yang artinya adalah “Barangsiapa yang mau membeli sumur milik orang Yahudi itu, maka sungguh Allah akan menjanjikan surga untuknya.” Mendengar sabda Nabi Muhammad saw itulah, sahabat Nabi yang bernama Utsman bin Affan bersegera menemui orang Yahudi tersebut untuk membeli sumurnya.

Singkat cerita ketika Utsman bin Affan bertemu dengan orang Yahudi itu untuk membeli sumurnya meski dengan harga yang tidak wajar, dengan tegas orang Yahudi itu menolak tawaran Utsman. Dan dia berkata kepada Utsman bin Affan, “Wahai Utsman! Ketika aku jual sumurku ini kepada engkau, kemudian selanjutnya aku akan mendapatkan apa? Karena dengan aku berjualan air sumur ini aku mendapatkan penghasilan.”

Hal itu menjadikan negosiasi terus berlangsung sampai kemudian Utsman bin Affan memberikan penawaran lain. Lalu Utsman bin Affan pun berkata, “Baiklah, bila engkau berkenan. Aku akan membeli separuh sumur ini.”

Dengan perkataan itu menimbulkan tanda tanya pada orang Yahudi yang sedang Utsman bin Affan hadapi. Orang Yahudi itu pun bertanya, “Maksud engkau apa?” Utsman menjawab, “Hari ini sumur itu milikmu dan esok menjadi milikku, begitu seterusnya.”

Dengan penawaran itu, orang Yahudi pun memikirkan sampai akhirnya menyetujui negosiasinya dengan Utsman bin Affan. Sebab menurutnya, ia akan tetap dapat menjual air itu kepada masyarakat kota Madinah serta mendapatkan uang dari separuh sumurnya yang ia jual kepada Utsman bin Affan.

Yang terjadi selanjutnya ketika negosiasi itu disetujui, keesokan harinya pada saat sumur itu milik Utsman bin Affan, kemudian beliau mengumumkan kepada masyarakat kota Madinah termasuk kaum muslimin di kota itu.

Utsman bin Affan pun berseru, “Wahai kaum Muslimin! Wahai penduduk kota Madinah! Ketahuilah, pada hari ini sumur ini milikku. Maka silahkan kalian datang ke sumur ini dan mengambil air dalam sumur ini sesuai dengan kebutuhan kalian dan tidak perlu membayar! Silahkan penuhi tempat-tempat air di rumahmu, hingga sekitar dua hari. Karena besok sumur ini bukan milik saya lagi dan seterusnya begitu!” Sehingga akhirnya pada hari itu masyarakat kota Madinah pun berbondong-bondong mengambil air di sumur itu.

Lalu pada keesokan harinya, ketika sumur itu menjadi milik orang Yahudi tak satupun orang dari masyarakat Madinah yang datang untuk membeli air. Dan orang Yahudi itu pun akhirnya tidak mendapatkan apa-apa.

Dan selanjutnya terus seperti itu. Hingga pada akhirnya orang Yahudi itu mendatangi Utsman bin Affan dan berkata, “Wahai Utsman! Sungguh engkau cerdik sekali. Baiklah, dengan ini aku menjual sumur itu seluruhnya kepadamu. Akan tetapi harga yang harus engkau bayar yakni 20.000 dirham.” Meski dengan harga yang tidak wajar dan sangat mahal itu, Utsman bin Affan yang merupakan saudagar kaya dan beriman kepada Allah Swt akhirnya sumur itu dibeli.

Ketika sumur itu telah sepenuhnya milik Utsman bin Affan, beliau pun kembali mengumumkan pada segenap masyarakat kota Madinah. “Wahai penduduk kota Madinah! Alhamdulillah, sumur ini sepenuhnya milikku. Oleh karena itu, kalian semua bebas untuk mengambil air di sumur ini pada hari apapun sesuai dengan kebutuhan kalian.”

Lalu selanjutnya apa yang terjadi? Sumur itu tetap memancarkan airnya sampai detik ini, sehingga masih dimanfaatkan. Masyaallah, buah kebaikan serta kedermawanan Utsman bin Affan masih terus ada sampai saat ini.

Sahabat, dengan cerita di atas cukuplah menjadikan contoh kepada kita untuk terus menebar kebaikan kepada seluruh umat manusia terutama kaum muslimin. Oleh sebab itu mari kita sama-sama menunaikan wakaf bersama Badan Wakaf Assyifa melalui link di bawah ini. https://bit.ly/ayobangunair