Bolehkah Wakaf Uang?
Wakaf merupakan salah satu bagian dari sedekah, yang memiliki tujuan memberikan harta untuk kepentingan umat. Harta wakaf tidak boleh dijual, bersifat kekal, tidak boleh diwariskan serta nilainya tidak boleh berkurang. Inti dari wakaf adalah menyerahkan kepemilikan harta seseorang menjadi milik Allah SWT untuk kepentingan umat Islam.
Keberadaan wakaf dalam hukum Islam termasuk ke dalam salah satu bagian yang sangat penting, karena wakaf adalah salah satu pekerjaan terpuji yang dianjurkan dalam agama Islam. Ketetapan dan peran hukum Islam (fiqh) dalam proses kelangsungan praktek wakaf, adalah wujud dari tingginya nilai apresiasi yang diberikan Islam terhadap ‘ubudiyah ilahiyah yang sekaligus mempunyai nilai sosial ekonomi.
Seiring dengan perkembangan zaman dan dalam upaya menghimpun dana umat berbasis syariat, yang dinilai memiliki potensi dahsyat melebihi wakaf benda tidak bergerak. Melalui dinamika yang sistematis yaitu ijtihadi, muncullah pemikiran untuk berwakaf dengan “uang”, yang juga disebut dengan “wakaf tunai” (cash waqf). Uang bersifat lebih fleksibel dan tidak mengenal batas wilayah pendistribusian.
Benda Wakaf (Mauquf)
Keberadaan amalan wakaf sebagai salah satu perbuatan yang dianjurkan agama tidak menjadi permasalahan yang dipertentangkan, tetapi perbedaan pandangan para fuqah terdapat pada nilai-nilai substansi wakaf. Salah satu substansi wakaf adalah terkait dengan jenis mawquf (benda wakaf). Dalam sejumlah literatur kitab fikih ditemukan para fuqaha tidak sependapat dalam menetapkan syarat-syarat yang harus terpenuhi bagi sebuah mawquf (benda wakaf).
Ulama Syafi‘iyah menetapkan salah satu syarat yang harus ada pada mauquf (benda wakaf) adalah “baqa’ ‘ayniha” (kekal ‘ainnya, dapat terjamin keutuhan bendanya setelah dimanfaatkan). Di samping itu menurut ulama Syafi‘iyah juga benda wakaf harus “dawam al-intifa‘” (tahan lama). Jadi mawquf (benda wakaf) harus suatu benda yang ada unsur kekal atau keutuhan bendanya dapat terjamin setelah diambil manfaat nya.
Ulama Hanafiyah, berbeda dengan Syafiiyah, di mana dinar atau dirham (uang) boleh diwakafkan walaupun keutuhannya tidak kekal setelah pemanfaatannya. Hal itu karena kebolehan wakaf uang di sini dipandang sebagai pengecualian atas dasar istihsan bi al ‘urf. Jadi dirham atau uang tunai dapat dijadikan sebagai benda wakaf walaupun tidak kekal ‘ain pokok bendanya, karena pertimbangan hal tersebut banyak dipraktekkan dalam masyarakat.
Mewakafkan uang tunai, yang dewasa ini diistilahkan dengan “cash waqf” atau dana abadi, yaitu dana-dana yang dihimpun dari berbagai sumber dengan berbagai cara yang sah dan halal, kemudian dana tersebut diinvestasikan dengan tingkat keamanan yang tinggi karena nilai pokok dana abadi tersebut terjamin keutuhannya dari penyusutan, dan dana tersebut diinvestasikan menjadi dana produktif melalui lembaga penjamin syariah.
Wakaf Tunai
Pada awalnya, pemahaman tentang objek wakaf hanya pada benda atau barang yang tidak bergerak, seperti tanah atau bangunan. Namun, pada saat ini sudah berkembang model wakaf pada barang yang bergerak atau yang dapat dipindahkan. Model wakaf ini dinamakan dengan wakaf tunai (cash waqf).
Wakaf tunai bertujuan untuk menghimpun dana tetap yang bersumber dari umat. Kemudian dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Wakaf tunai memberi kesempatan kepada setiap orang untuk sedekah jariah dan mendapatkan pahala yang berkelanjutan tanpa harus menunggu menjadi kaya.
Masyarakat dapat berwakaf dengan jumlah uang tertentu yang ditetapkan pengelola wakaf, kemudian diterbitkan sertifikat ( kupon) wakaf sebagai bukti keikutsertaan wakaf. Wakaf yang dikumpulkan kemudian diinvestasikan dalam berbagai bidang usaha yang halal dan produktif kemudian keuntungan yang diperoleh digunakan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan
Menurut Ulama Madzhab
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa benda wakaf harus berbentuk harta berharga berupa iqar (tanah atau bangunan). Menurut mereka, tidak sah wakaf benda bergerak, sebab syarat kebolehan wakaf adalah kekekalan benda wakaf, dan hal itu tidak terealisasi dalam benda bergerak karena dimungkinkan rusak. Akan tetapi mereka membolehkan wakaf benda bergerak ketika mengikuti benda yang tidak bergerak. Atau jika adat kebiasaan telah berlaku dengan wakaf benda bergerak misalnya mewakafkan buku atau perangkat jenazah.
Sementara madzhab Maliki mensyaratkan benda wakaf berupa benda milik pribadi yang tidak bercampur dengan hak orang lain. Mereka menganggap sah wakaf binatang untuk dikendarai atau dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dan juga mereka membolehkan wakaf dengan makanan, serta dinar dan dirham. Pendapat madzhab Maliki inilah yang relevan untuk dijadikan rujukan dalam membolehkan wakaf uang. Pada zaman tersebut, umat Islam memakai mata uang dinar dan dirham. Sedangkan pada zaman modern ini, umat Islam sudah menggunakan berbagai mata uang. Karena itulah wakaf tunai hukumnya dibolehkan, bahkan termasuk dalam wakaf yang dianjurkan dalam Islam.
Sedangkan madzhab Syafii memberikan penekanan pada kekekalan manfaat, baik harta wakaf itu berupa benda tidak bergerak, benda bergerak maupun benda milik bersama. Dalam kitab Tuhfatuththullab dinyatakan bahwa barang yang kekal manfaatnya, sah diwakafkan dan sah wakaf barang tidak bergerak, barang bergerak dan barang milik bersama. Sementara itu madzhab Hambali mensyaratkan benda wakaf harus diketahui dan dimiliki yang dapat diperjualbelikan yang bisa dimanfaatkan secara adat seperti disewakan.
Fatwa MUI
Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dimaksud dengan wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Naqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk kedalam pengertian uang tersebut adalah surat-surat berharga.
Selain itu, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 11 Mei 2002, bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak Haram) yang ada.
Sebelum lahirnya UU No. 41 Tahun 2004, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang. Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai:
- Termasuk kedalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
- Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
- Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
- Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.
Penggunaan konsep wakaf tunai di Indonesia
Secara ekonomi, wakaf tunai sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model dan konsep wakaf tunai ini lebih terjangkau masyarakat, dibandingkan dengan konsep wakaf tradisional-konvensional, yaitu dengan bentuk harta fisik yang biasanya dilakukan oleh keluarga yang mampu dan berada.
Salah satu konsep dan strategi wakaf tunai yang dapat dikembangkan dalam mobilisasi wakaf tunai adalah model dana abadi, yaitu dana yang dihimpun dari berbagai sumber dengan berbagai macam cara yang sah dan halal.
Kemudian dana yang terhimpun volume besar diinvestasikan dengan tingkat keamanan yang valid melalui lembaga penjamin syariah yang paling tidak mencakup dua aspek pokok, yaitu:
- Aspek keamanan, yaitu terjaminnya keamanan nilai pokok dana abadi sehingga tidak terjadi penyusutan (jaminan keutuhan)
- Aspek produktivitas, yaitu investasi dari dana abadi tersebut harus bermanfaat dan produktif yang mampu mendatangkan hasil atau pendapatan yang dijamin kehalalannya karena dari pendapatan inilah pembiyaan kegiatan dan program organisasi wakaf dilakukan.
Manfaat dari wakaf tunai
Merujuk pada model dana abadi tersebut, konsep dan strategi wakaf tunai dapat diberlakukan dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan. Dalam implement oprasionalnya, wakaf tunai yang menggunakan konsep dan strategi dana abadi dapat menerbitkan sertifikat (kupon) wakaf tunai dengan nominal yang berbeda sesuai dengan kemampuan target dan sasaran yang hendak dituju.
Hal ini merupakan keunggulan dan efektivitas wakaf tunai yang dapat menjangkau berbagai segmen masyarakat yang heterogen. Berdasarkan konsep dan strategi tersebut paling tidak terdapat 4 manfaat yang diperoleh diantaranya:
- Wakaf tunai jumlah dan besarannya dapat bervariasi sesuai dengan kemampuan, sehingga calon wakif yang mempunyai dana terbatas dapat mewakafkan harta bendanya sesuai dengan tingkat kemampuannya.
- Melalui wakaf tunai aset-aset wakaf yang berupa tanah kosong yang tidak produktif dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan model pembangunan gedung pendidikan, rumah sakit, serta sarana umum masyarakat yang bermanfaat luas.
- Dana wakaf dapat disalurkan ke pada pihak yang membutuhkan dengan melakukan verifikasi sekala kebutuhan secara konkret dan valid, sehingga tepat sasaran sesuai dengan asas kemanfaatan dan kebutuhan yang mempunyai nilai kemaslahatan luas.
- Adanya dana wakaf tunai yang dikelola secara profesional dapat menumbuhkan kemandirian umat Islam untuk mengatasi permasalahan sosial masyarakat, tanpa harus menaruh ketergantungan yang tinggi pada dana bantuan Negara atau pihak asing.
Terwujudnya manfaat wakaf tunai dimaksud dapat menumbuhkan tanggung jawab sosial lembaga wakaf pada masyarakat sekitarnya yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan umat. Wakaf tunai sebagai bagian upaya memproduktifkan wakaf dianggap sebagai sumber dana yang sangat dapat diandalkan untuk mensejahterakan rakyat miskin.
Yuk berwakaf sekarng bersama Badan Wakaf Assyifa dengan klik https://bit.ly/investasimengalirtiadaakhir