• 0821 1211 5756
  • office@badanwakafassyifa.org
  • Subang, Jawa Barat, Indonesia

Dunia Tempat Menanam, Akhirat Tempat Menuai

Dalam QS. Gafir Ayat 39, Allah SWT berfirman:

يٰقَوْمِ اِنَّمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ ۖوَّاِنَّ الْاٰخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ

“Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. Gafir: 39)

Ayat tersebut secara muhkamat memberi penjelasan bahwa dunia hanya kesenangan yang bersifat sementara. Oleh karenanya bukan dunia inilah yang menjadi tujuan dalam perjalanan hidup, tapi akhiratlah yang akan menjadi akhir perjalanan hidup kita.

Tentunya setiap manusia menyadari bahwa hidup di dunia akan bertemu titik akhir berupa kematian. Saat kematian itu tiba, sirnalah segala kenikmatan hidup. Tinggallah manusia sebatang kara, terbujur kaku di dalam kubur.

Namun, rasio manusia tidak kehilangan cahaya kala berbicara kematian. Sebab, ternyata kematian adalah satu jalan untuk manusia dapat terangkat semua hijab pandangan mata hatinya terhadap hakikat dari kebenaran dan kehidupan itu sendiri.

Oleh karena itu, Islam memberikan penjelasan bahwa kehidupan di dunia ini laksana pertanian menuju akhirat. Siapa yang menanam kebaikan ia akan memperoleh kebaikan dan sebaliknya.

Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin berkata, “Tidaklah mungkin untuk menghasilkan bibit (tanaman) ini kecuali di dunia, tidak ditanam, kecuali pada kalbu dan tidak dipanen kecuali di akhirat.”

Kemudian Al-Ghazali mengutip hadits Nabi, “Kebahagiaan yang paling utama adalah panjang umur di dalam taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Dalam kata yang lain, jika ditanya, siapa manusia yang beruntung dan bahagia, adalah yang menjadikan dunia sebagai ladang beramal, “bercocok tanam” untuk kebaikan akhiratnya. Dalam hal ini, ayat Al-Qur’an sangat eskplisit menjelaskan.

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah.” (QS. Al Qari’ah: 6-9).

Dengan demikian sebenarnya cukup sederhana memahami tentang bagaimana semestinya kaum muslimin memandang kehidupan dunia, yakni bagaimana amal kebaikannya lebih unggul daripada amal keburukannya.

Terlebih secara gamblang Allah juga telah menyebutkan bahwa diciptakannya kehidupan dan kematian ini hanyalah untuk menguji kehidupan umat manusia, dan mengetahui siapa yang terbaik amalnya.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)

وَهُوَ الَّذِي خَلَق السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Hud: 7)

 

Teladan Sahabat Nabi

Dalam memaknai dunia sebagai tempat menanam dan akhirat untuk menuainya kelak, hati kita akan dibuat semakin terang dengan meneladani kisah-kisah para sahabat yang menjadikan dunia sebagai bekal untuk akhirat.

  1. Dialah pebisnis ulung masa Nabi, Abdurrahman bin Auf, seluruh hasil dari perniagaannya ia salurkan untuk menyantuni para veteran perang Badar, para janda Rasulullah, dan memberi makan anak yatim dan fakir miskin di Madinah.
  2. Abdullah bin Amr, sejak awal menjadi muslim, ia telah memusatkan perhatiannya terhadap Al-Qur’an. Setiap turun ayat, ia langsung menghafalkan dan berusaha keras untuk memahaminya, hingga setelah semuanya selesai dan sempurna, ia pun telah hafal seluruhnya.
  3. Dari sisi kecerdasan intelektual, kita dapat meneladaniMuadz bin Jabal. Kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat dikenal oleh seluruh penduduk Madinah. Sampai-sampai dikatakan Mu’adz hampir sama dengan Umar bin Khathab.

Namun kecerdasannya bukan untuk merengkuh keuntungan pribadi dan menghimpun kekayaan dunia. Tetapi membela agama Allah. Hal ini terbukti kala Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman. Beliau bertanya,

“Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz?”

“Kitabullah,” jawab Mu’adz.

“Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula.

“Saya putuskan dengan Sunnah Rasul.”

“Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?”

“Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia,” jawab Muadz.

Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah,” sabda beliau.

Selain teladan yang telah disebutkan di atas, tentunya masih banyak teladan lain dari para Sahabat Nabi yang patut kita contoh. Namun, ada beberapa amalan yang dapat kita tunaikan di dunia untuk dapat menuai kebaikan di akhirat kelak.

Ada tujuh amalan yang akan mengalir terus mengalir di alam kubur sesudah wafat, maka berusahalah untuk mengamalkan salah satunya jika tidak bisa semuanya.

سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته

“Ada tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya bagi seorang hamba, meskipun ia berbaring di lubang kuburan setelah meninggal:

  1. mengajarkan ilmu,
  2. mengalirkan air sungai,
  3. membuat sumur,
  4. menanam kurma,
  5. membangun masjid,
  6. membagikan mushaf Al-Qur’an, atau
  7. meninggalkan anak yang akan memintakan ampun baginya setelah ia meninggal.”

(HR. Al-Bazzar. Dinilai hasan oleh Al-Albani)

Sahabat Wakaf, mari kita senantiasa menanam kebaikan di dunia agar kelak dapat menuai kebaikan pula di akhirat. Salah satu cara agar kita dapat menjalankan 7 amalan yang telah disebutkan, yaitu dengan wakaf melalui Badan Wakaf Assyifa. Insyaa Allah harta kita akan menjadi kekal dan dapat menjadi naungan kita di akhirat kelak. Wakaf sekarang melaluihttp://gojariah.org